GEMBLOG, Palopo - Polemik kesejahteraan tenaga kebersihan Kota Palopo kian memanas. Setelah sebelumnya muncul kabar keterlambatan pembayaran upah dan dugaan iuran BPJS Ketenagakerjaan serta BPJS Kesehatan yang belum terbayarkan, kini terungkap fakta baru yang lebih mengkhawatirkan - dua tenaga kebersihan Kota Palopo meninggal dunia tanpa menerima santunan BPJS yang menjadi hak mereka.
Informasi yang diperoleh dari sejumlah narasumber terpercaya menyebutkan bahwa kedua pekerja tersebut masing-masing bernama Rinus dan Pak Risa, yang selama ini aktif bekerja di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palopo. Namun hingga saat ini, keluarga keduanya belum menerima santunan kematian dari BPJS, padahal secara administratif mereka tercatat sebagai tenaga kebersihan aktif.
“Seharusnya mereka mendapatkan santunan dari BPJS Ketenagakerjaan, tapi sampai hari ini belum ada kejelasan. Katanya iurannya belum dibayarkan oleh pihak terkait,” ungkap salah satu narasumber di lingkup DLH Palopo, Jumat (10/10/2025).
Lebih jauh, sumber tersebut juga menyebut bahwa kedua almarhum sempat terdata sebagai calon penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari BPJS, namun gagal menerima karena status kepesertaan BPJS mereka tidak aktif akibat tunggakan iuran yang belum pernah dibayarkan.
“Waktu program BSU keluar, mereka tidak dapat karena iuran BPJS-nya tidak pernah disetor. Sekarang sudah meninggal, tapi santunannya juga belum ada,” tambahnya.
Menariknya, ketika dikonfirmasi melalui salah satu narasumber di DLH, disebutkan bahwa Kabid LH, Ibu Rr, memberi penjelasan singkat bahwa “penerima santunan kematian belum jatuh palu” sebuah istilah yang menandakan bahwa proses administrasi belum selesai. Namun, penjelasan tersebut dinilai tidak memadai karena santunan kematian BPJS seharusnya langsung dapat dicairkan jika kepesertaan aktif dan iuran rutin dibayarkan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik dan kalangan internal DLH sendiri. Sebab, menurut dokumen perencanaan dan keterangan sejumlah pihak, anggaran untuk iuran BPJS tenaga kebersihan sudah dianggarkan secara rutin setiap tahun dalam APBD Kota Palopo.
“Kalau memang dananya sudah dianggarkan, mengapa bisa sampai iuran tidak dibayarkan? Ini bukan soal teknis lagi, tapi soal tanggung jawab dan transparansi anggaran,” ujar Syarifuddin, pemerhati kebijakan publik.
Syarif menegaskan bahwa bila benar iuran BPJS tidak dibayarkan sementara anggarannya telah disediakan, maka hal itu berpotensi mengarah pada maladministrasi atau bahkan penyimpangan anggaran.
Kasus ini bermula dari aksi mogok kerja puluhan tenaga kebersihan DLH Palopo pada Selasa (7/10/2025). Mereka menuntut pembayaran gaji bulan September yang tak kunjung cair hingga minggu pertama Oktober. Salah satu tenaga kebersihan, Ibrahima, mengaku frustrasi karena gaji yang biasa cair setiap awal bulan kini tertunda tanpa kejelasan.
“Kami demo mogok kerja karena lambat gaji. Biasanya tanggal 2 sudah masuk. Sekarang belum ada kabar. Mau belanja kebutuhan rumah tangga pun tidak bisa,” kata Ibrahima.
Menurutnya, para petugas kebersihan menerima upah antara Rp 1,8 juta hingga Rp 2,19 juta per bulan, dan mereka juga dijanjikan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan. Namun hingga kini, banyak yang tidak memiliki kartu peserta BPJS dan tidak pernah mendapat kepastian status aktif keanggotaannya.
Kepala DLH Kota Palopo, Emil Nugraha Salam, saat dikonfirmasi sebelumnya membantah adanya masalah serius. Ia menegaskan bahwa keterlambatan gaji disebabkan oleh faktor administratif, serta menyebut seluruh tenaga kebersihan telah didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
“Semua kami masukkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Tidak hanya gaji terlambat dan iuran BPJS belum jelas, kini dua keluarga korban kehilangan hak atas santunan kematian yang seharusnya menjadi bentuk perlindungan sosial negara bagi pekerja lapangan.
Kasus ini membuka ruang besar bagi publik untuk menuntut audit terbuka terhadap pengelolaan dana BPJS tenaga kebersihan Kota Palopo. Transparansi dan akuntabilitas perlu ditegakkan agar tidak ada lagi pekerja yang menjadi korban dari sistem administrasi yang semrawut.
“Kalau sampai dua orang meninggal tanpa santunan, itu bukan lagi kelalaian biasa - itu pengabaian terhadap hak dasar pekerja,” tegas Syarifuddin. (Red)
Catatan Redaksi: Keterlambatan gaji dan tidak terbayarkannya iuran BPJS tenaga kebersihan adalah cermin lemahnya tata kelola dan perlindungan sosial pekerja non-ASN. Kasus kematian Rinus dan Pak Risa menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kota Palopo untuk segera membuka data anggaran secara transparan, memperbaiki sistem penggajian, dan memastikan tidak ada lagi tenaga kebersihan yang bekerja tanpa jaminan perlindungan sosial yang sah.

0 Komentar