Ticker

Ad Code

Diduga Tipu Jual Beli Tanah, Warga Laporkan AES ke Polda Sulsel, Kerugian Capai Rp415 Juta, Uang Pembayaran Tanah Tak Diserahkan ke Pemilik

 

GEMBLOG, PALOPO - Kasus dugaan penipuan jual beli tanah kembali mencuat di Sulawesi Selatan. Seorang warga bernama Firman H, 35 tahun, melaporkan dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan yang dilakukan oleh inisial AES, dan kawan-kawan ke Polda Sulawesi Selatan. Laporan tersebut teregister dengan nomor STTLP/1012/X/2025/SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN, tertanggal 4 Oktober 2025.

Dalam laporan tersebut, Firman mengaku menjadi korban penipuan dalam transaksi jual beli sebidang tanah kosong seluas 20.000 meter persegi (2 hektare) yang berlokasi di Jl Poros Kawasan Industri, Maroangin, Kec. Telluwanua, Kota Palopo, Sulawesi Selatan.

Menurut keterangan korban, transaksi itu bermula pada 6 Juli 2023, ketika terlapor menawarkan tanah tersebut dengan harga Rp1 miliar. Setelah tercapai kesepakatan, Firman mentransfer sejumlah uang ke rekening atas inisial nama AHS, yang disebut-sebut sebagai istri dari terlapor. Namun, dari total pembayaran tersebut, hanya Rp585 juta yang diserahkan kepada pemilik tanah.

Sisanya, sekitar Rp415 juta, tak kunjung diserahkan hingga kini. Meski korban telah berulang kali menagih, terlapor hanya memberikan janji tanpa kepastian.

“Saya sudah beberapa kali meminta pertanggungjawaban mereka, tapi sampai sekarang belum juga ada penyelesaian. Uang itu bukan jumlah kecil,” ujar kuasa hukum Firman saat dikonfirmasi keluarga melalui pesan WhatsApp.

Firman mengaku melaporkan kasus ini karena merasa dirugikan secara finansial dan moral. Ia berharap aparat kepolisian dapat menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius.

Laporan polisi itu mengacu pada Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.

Salah seorang ahli hukum pidana dari Makassar, Sulawesi Selatan, menilai kasus semacam ini sering muncul akibat lemahnya transparansi dalam transaksi jual beli tanah.

 “Jika benar uang sudah ditransfer dan tidak diserahkan kepada pihak yang berhak, maka unsur penggelapan jelas terpenuhi. Polisi harus menelusuri aliran dana tersebut untuk memastikan siapa pihak yang paling bertanggung jawab,” ujarnya.

Sementara itu, beberapa pengamat hukum agraria. Lantaran menyoroti bahwa kasus ini juga menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap konsumen properti di tingkat individu.

 “Banyak warga bertransaksi tanah tanpa perantara notaris atau akta jual beli resmi, sehingga celah penipuan terbuka lebar. Ini harus jadi pelajaran,” tegasnya.

Firman melalui kuasa hukumnya menyatakan akan menempuh jalur hukum sepenuhnya dan siap mengajukan gugatan perdata terhadap terlapor apabila proses penyidikan tidak menunjukkan perkembangan signifikan.

“Kami akan menuntut pengembalian seluruh kerugian materiil sebesar Rp415 juta serta ganti rugi moril sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar kuasa hukum Firman, yang enggan disebutkan namanya.

Kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang pembayaran lahan yang juga menyeret nama keluarga Ibu Nurjalia kini menjadi perhatian masyarakat di Maroangin, Kecamatan Telluwanua, Kota Palopo. Keluarga Nurjalia, yang menjadi pihak pemilik lahan, merasa hak mereka belum sepenuhnya diterima hingga kini, meski perjanjian jual beli dengan pihak perusahaan telah berjalan lebih dari dua tahun.

Menurut keterangan pihak keluarga, transaksi antara pihak PT Wijaya Inti Nusantara Sawit (PT WINS) dan keluarga Nurjalia dilakukan untuk lahan seluas 2 hektare dengan nilai Rp1 miliar. Namun, hingga kini, pembayaran yang diterima baru sekitar Rp585 juta, sementara sisa Rp415 juta belum juga dilunasi.

“Kami sudah sabar menunggu lebih dari dua tahun, tapi janji tinggal janji. Kami bukan menuntut lebih, hanya menuntut apa yang seharusnya menjadi hak kami,” ujar Wanda, perwakilan keluarga Nurjalia, dengan nada kecewa saat ditemui di kediamannya, Kamis (9/10/2025).

Keluarga Nurjalia berharap aparat penegak hukum tidak menutup mata terhadap kasus yang sudah berlarut ini. Mereka meminta agar kepolisian, terutama Polda Sulawesi Selatan, bisa bertindak tegas dalam memproses laporan dugaan penipuan yang telah dilayangkan oleh pihak korban.

 “Kami hanya rakyat kecil, tapi tanah ini hasil jerih payah orang tua kami. Kalau perusahaan besar bisa semena-mena menahan pembayaran, lalu di mana keadilan itu?” tambah Wanda dengan mata berkaca-kaca.

Selain menuntut kejelasan hukum, keluarga juga berharap pemerintah daerah turut memperhatikan persoalan ini. Mereka menilai praktik seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi masyarakat lain yang bertransaksi dengan perusahaan besar tanpa perlindungan hukum yang kuat.

“Kalau tidak segera diselesaikan, kasus ini bisa menjadi bukti bahwa rakyat kecil tidak punya tempat untuk mengadu. Kami hanya ingin hak kami dikembalikan, tidak lebih,” tutur salah satu anggota keluarga lainnya.

Tuntutan Keluarga: Keadilan, Transparansi, dan Tanggung Jawab

Keluarga Nurjalia menegaskan tiga hal yang mereka harapkan dari proses hukum ini:

1. Pembayaran sisa lahan sebesar Rp415 juta yang sudah menjadi hak mereka.

2. Proses hukum yang transparan dan cepat, tanpa intervensi pihak mana pun.

3. Jaminan agar praktik serupa tidak terulang, dengan perlindungan hukum bagi masyarakat kecil yang bertransaksi dengan perusahaan.

Kasus ini menjadi simbol kecil dari persoalan besar di sektor agraria: di mana rakyat pemilik lahan sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan dalam hubungan dengan korporasi.

“Tanah kami bukan cuma soal uang, tapi juga warisan keluarga. Kami tidak ingin hak itu lenyap hanya karena kelalaian dan janji kosong dari pihak perusahaan,” pungkas Wanda.

Kasus ini kini dalam tahap penyelidikan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sulawesi Selatan. Pihak kepolisian diharapkan segera memanggil para terlapor untuk dimintai keterangan dan membuka kejelasan aliran dana dari transaksi tersebut.

Publik menunggu apakah kasus ini akan menjadi pembelajaran hukum atau hanya akan berakhir sebagai tumpukan berkas yang menunggu waktu untuk dilupakan. (TIM/Red)

Posting Komentar

0 Komentar