Ticker

Ad Code

Dewan Pers dan PPWI Desak Istana Pulihkan Akses Reporter CNN Indonesia

GEMBLOG, Jakarta – Polemik pencabutan kartu identitas (ID Card) seorang reporter CNN Indonesia di lingkungan Istana Kepresidenan memantik respons Dewan Pers. Lembaga independen itu menegaskan agar semua pihak menghormati kemerdekaan pers dan segera memulihkan akses wartawan yang dicabut.

Dalam pernyataan sikap resmi bernomor 02/P-DP/IX/2025, Dewan Pers menegaskan empat poin penting terkait kasus ini. Pertama, Biro Pers Istana diminta memberikan penjelasan terbuka mengenai pencabutan ID Card tersebut agar tidak menimbulkan kesan penghalangan kerja jurnalistik.

“Kejelasan perlu disampaikan agar publik tidak menilai ada hambatan terhadap tugas wartawan di lingkungan Istana,” tulis Dewan Pers dalam pernyataan itu.

Kedua, Dewan Pers menyerukan agar seluruh pihak menghormati peran pers sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Fungsi pers, menurut lembaga ini, adalah mengemban amanah publik sehingga harus dilindungi dari tindakan yang berpotensi membatasi kerja jurnalistik.

Poin ketiga menekankan agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa depan. Dewan Pers menilai insiden ini dapat mencederai iklim kebebasan pers yang selama ini dijaga di Indonesia.

Terakhir, Dewan Pers mendesak agar akses liputan reporter CNN Indonesia yang dicabut segera dipulihkan. Hal ini dianggap penting agar jurnalis yang bersangkutan dapat kembali menjalankan tugasnya secara normal di Istana.

“Demi tegaknya iklim kebebasan pers di Indonesia, kasus ini harus segera diselesaikan secara transparan,” tegas Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, yang menandatangani pernyataan tersebut.

Kasus ini menambah daftar panjang dinamika hubungan antara pers dan lembaga negara. Pengamat menilai, sikap terbuka dan komunikatif dari pihak Istana akan menjadi kunci untuk meredam kontroversi sekaligus memastikan kebebasan pers tetap terjaga.

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA., ikut angkat bicara menanggapi polemik ini. Menurutnya, pencabutan akses liputan seorang jurnalis di Istana merupakan tindakan yang tidak hanya merugikan individu wartawan, tetapi juga mengancam kebebasan pers secara keseluruhan, Senin (29/9/2025).

“Pers bekerja untuk kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Ketika seorang wartawan dihalangi melaksanakan tugas jurnalistiknya, maka sesungguhnya publik sedang dirampas haknya untuk mendapatkan informasi,” ujar Wilson, yang juga alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI Tahun 2012, sekaligus Alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Abad-21 pada tahun 2000.

Wilson menilai, kasus ini memperlihatkan lemahnya komitmen sebagian kalangan terhadap prinsip demokrasi. Padahal, kebebasan pers merupakan salah satu tiang penopang demokrasi yang tidak boleh diganggu.

Ia juga mengingatkan bahwa Dewan Pers harus mengambil sikap lebih tegas dengan mendorong evaluasi terhadap mekanisme birokrasi di Istana agar tidak semena-mena mencabut hak liputan wartawan.

“Negara ini seharusnya belajar menghormati peran pers. Jangan sampai Istana justru menjadi contoh buruk dalam memperlakukan jurnalis. Ini bisa menjadi preseden negatif yang merusak iklim demokrasi kita,” tegasnya.

Wilson menyerukan solidaritas seluruh komunitas pers, baik jurnalis media arus utama maupun pewarta warga, untuk bersama-sama melawan segala bentuk pembatasan terhadap kebebasan pers. “Ini bukan hanya soal CNN Indonesia, ini soal masa depan kebebasan pers di Indonesia,” pungkasnya. (Red)

Posting Komentar

0 Komentar