GEMBLOG, Jakarta – Upaya panjang Legiman Pranata mencari keadilan atas dugaan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda oleh oknum anggota DPR RI Fraksi PDIP, Sihar Sitorus, kembali menemui jalan buntu. Meski sudah mengirimkan surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, laporan pengaduan masyarakat (Dumas) itu hingga kini belum juga menunjukkan perkembangan berarti.
Alih-alih diproses cepat, Kapolri justru mengarahkan Legiman untuk berkoordinasi dengan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim, pada 22 Agustus 2025 melalui pesan WhatsApp. Arahan itu sempat memunculkan harapan baru bagi Legiman.
Tak lama setelah arahan tersebut, Karowaprop Brigjen Agus Wijayanto menugaskan lima personel Propam yang dipimpin KBP Juri L. Siahaan untuk menemui Legiman di ruang Kanit Propam Polda Sumut pada 25 Agustus 2025. Mereka ditugaskan selama tiga hari di Medan, sebelum kembali ke Jakarta pada 28 Agustus 2025.
“Saya dengan rendah hati bertanya apa hasilnya, Pak? Jawabnya hanya, ‘nanti saya lapor ke pimpinan’. Sampai sekarang tidak jelas, karena terlapor belum juga diperiksa,” ujar Legiman dengan nada kecewa, Senin (29/9/2025).
Menurut Legiman, hingga SP2HP ketiga yang diterbitkan 3 September 2025, pihak penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut belum juga memanggil atau memeriksa terlapor. Hal itu menimbulkan tanda tanya besar mengenai keseriusan penyidik dalam menangani laporan tersebut.
“Bapak Kapolri via WA memberikan nomor Kadiv Propam kepada saya, tujuannya jelas agar menindak tegas oknum nakal di jajaran kepolisian Medan. Tapi kenyataannya laporan saya tetap jalan di tempat, tidak ada tindak lanjut,” tegasnya.
Legiman menilai jawaban Kapolri yang melempar kasus ke Propam justru memperpanjang rantai birokrasi. “Kalau Kadiv Propam sudah diutus langsung, kenapa kasus ini tidak bergerak? Apakah ada pembangkangan dari jajaran bawah?” ucapnya.
Kasus ini sebelumnya sudah masuk tahap penyelidikan di Ditreskrimsus Polda Sumut. Namun hingga kini, penyidikan tidak menunjukkan progres berarti. Padahal, keberadaan tim Propam ke Medan jelas menggunakan anggaran negara.
“Kalau hasilnya nihil, bukankah sama saja buang-buang uang rakyat?” kata Legiman menambahkan.
Mandeknya kasus ini membuat publik menilai, perkara Legiman adalah ujian nyata terhadap komitmen Polri dalam menjalankan agenda reformasi. Jika laporan masyarakat yang sudah sampai ke tangan Kapolri saja stagnan, ke mana lagi rakyat kecil bisa mengadu?
Bagi Legiman, perkara ini bukan sekadar persoalan pribadi. Ia menegaskan, dugaan penggunaan NIK ganda menyangkut integritas data kependudukan nasional dan kepercayaan publik terhadap negara.
“Kalau NIK ganda bisa dipakai seenaknya oleh seorang politisi, apa jadinya sistem administrasi negara kita?” tegasnya.
Ia pun mendesak agar Kapolri turun tangan langsung. “Kalau polisi saja gagal membongkar kasus NIK ganda ini, jangan heran kalau rakyat makin kehilangan kepercayaan pada hukum. Apa gunanya Kapolri membentuk tim reformasi, kalau kasus nyata di depan mata justru dibiarkan?” pungkas Legiman.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA., menilai mandeknya penanganan kasus Legiman menjadi bukti lemahnya keseriusan aparat dalam menegakkan hukum secara adil dan profesional.
“Kalau rakyat kecil seperti Legiman saja harus berulang kali melapor, sampai menulis surat terbuka kepada Kapolri, bahkan diarahkan ke Propam, tetapi tetap tidak ada perkembangan berarti, ini jelas memperlihatkan ada masalah serius dalam tubuh Polri,” ujar Wilson, yang juga alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI Tahun 2012 sekaligus Alumni Program Persahabatan Indonesia–Jepang Abad-21 tahun 2000.
Menurut Wilson, Polri seharusnya tidak bermain-main dalam perkara yang menyangkut integritas data kependudukan nasional. Sebab, kasus dugaan penggunaan NIK ganda bukan hanya persoalan pribadi Legiman, tetapi menyentuh aspek fundamental dari sistem administrasi negara.
“Kalau benar ada praktik penggunaan NIK ganda oleh seorang legislator, itu ancaman serius bagi demokrasi dan kedaulatan hukum kita. Polri tidak boleh mandul menghadapi tekanan politik,” tegas Wilson.
Wilson juga mengingatkan, jika jajaran Polda Sumatera Utara tidak mampu menuntaskan penyelidikan, maka Kapolri harus segera mengambil alih langsung kasus ini. Ia menilai, tidak boleh ada pembiaran terhadap laporan masyarakat yang sudah jelas memiliki bukti-bukti kuat.
“Jangan sampai Polri dinilai hanya tegas pada rakyat kecil, tapi melempem saat berhadapan dengan politisi. Kalau hal ini dibiarkan, publik akan semakin yakin bahwa hukum di negeri ini tajam ke bawah, tumpul ke atas,” katanya.
Wilson pun mendukung penuh langkah Legiman yang terus konsisten memperjuangkan keadilan. Ia menilai perjuangan itu harus menjadi alarm bagi masyarakat luas bahwa kejahatan manipulasi data kependudukan bisa menimpa siapa saja, bukan hanya Legiman.
“Kasus ini harus menjadi pelajaran. Jangan sampai institusi Polri kehilangan legitimasi di mata rakyat, hanya karena lalai menindak oknum politisi yang kebal hukum,” pungkas Wilson. (Red)

0 Komentar