GEMBLOG, PALOPO - Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat untuk Keadilan menggelar aksi teatrikal di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Palopo, menyoroti dugaan penyimpangan hukum dalam perkara pidana yang menyeret tiga terdakwa berinisial BM, KM, dan AH, Selasa (11/11/2025).
Aksi yang berlangsung sejak pagi itu menampilkan teatrikal satir: tiga orang berperan sebagai terdakwa yang dipenjara, sementara dua lainnya berperan sebagai oknum polisi dan jaksa yang merobek-robek salinan putusan Mahkamah Agung (MA) menggambarkan sindiran tajam bahwa “Putusan MA tidak berlaku di Kota Palopo.”
Menurut Rihal, jenderal lapangan aksi, teatrikal tersebut melambangkan bentuk kriminalisasi hukum terhadap ketiga terdakwa. Ia menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terlalu dipaksakan dan mengabaikan bukti ketidakbersalahan para terdakwa.
“Kasus ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana, karena menyangkut sengketa kewarisan. Tapi diduga ada kepentingan tertentu yang melibatkan aparat penegak hukum, sehingga kasusnya dipaksakan menjadi pidana,” ujar Rihal.
Rihal menjelaskan, sejak awal proses penyidikan, penyidik diduga tidak menerapkan due process of law atau prinsip keadilan prosedural. Padahal, para terdakwa telah menyerahkan exculpatory evidence bukti yang membuktikan ketidakbersalahan mereka.
Bukti tersebut, lanjutnya, telah dikuatkan melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 276 K/Ag/2023 serta Putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 88 PK/Ag/2024, yang semestinya menjadi dasar pertimbangan hukum dalam perkara ini. Namun, jaksa penuntut diduga mengabaikan dua putusan berkekuatan hukum tetap tersebut dalam berkas dakwaannya.
Sementara itu, Armin, selaku wakil jenderal lapangan, menilai dakwaan JPU justru obscuur libel tidak jelas dan kabur secara hukum.
“Dakwaan tidak memenuhi syarat formil karena tidak melampirkan maupun mempertimbangkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Kami mendesak PN Palopo menolak dakwaan JPU dan membebaskan tiga bersaudara itu,” tegas Armin.
Aksi damai ini berlangsung tertib di bawah pengamanan kepolisian. Sebelum massa membubarkan diri, perwakilan Pengadilan Negeri Palopo, Elka Rerum, menemui peserta aksi dan menyampaikan tanggapan resmi dari pihak pengadilan.
“Benar, perkara ini sedang ditangani dan hari ini agendanya adalah tanggapan dari para terdakwa. Informasi terkait aksi dan tuntutan ini juga sudah kami sampaikan kepada Bapak Ketua Pengadilan,” ujar Elka.
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat untuk Keadilan menyatakan akan terus memantau proses hukum perkara tersebut hingga ada kepastian bahwa putusan Mahkamah Agung benar-benar dihormati dan dijalankan di Kota Palopo.
Dalam beberapa kajian para pakar hukum di Indonesia dengan beberapa kasus yang sama menilai bahwa sikap jaksa yang tidak melampirkan putusan MA dalam berkas dakwaan merupakan cacat formil serius.
“Setiap putusan Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat (final and binding). Jika ada perkara baru yang bersinggungan langsung dengan objek hukum yang telah diputus oleh MA, maka penuntut umum wajib memperhitungkan dan mencantumkannya sebagai bahan pembanding hukum. Jika diabaikan, hal itu bisa dianggap sebagai bentuk contempt of court atau pelecehan terhadap putusan pengadilan tertinggi,” di kutip dari salah satu kajian.
Sementara itu, kajian pakar hukum pidana lainnya, menilai perkara tersebut menunjukkan krisis integritas dalam penegakan hukum daerah.
“Ketika putusan MA diabaikan, sesungguhnya bukan hanya terdakwa yang dirugikan, tapi juga sistem hukum itu sendiri. Hakim Pengadilan Negeri Palopo seharusnya memeriksa dengan cermat apakah dakwaan tersebut memenuhi syarat formil dan materil. Jika tidak, sesuai Pasal 143 ayat (2) KUHAP, majelis hakim berwenang menolak dakwaan,” ungkapnya.
Sedangkan para pengamat hukum tata negara, menyebut fenomena ini sebagai bentuk disparitas hukum vertikal antara lembaga peradilan di daerah dan putusan lembaga tertinggi negara.
“Dalam sistem hukum kita, putusan MA merupakan puncak piramida peradilan. Bila di tingkat bawah masih ada penegak hukum yang tidak menghormatinya, berarti ada kegagalan koordinasi dan pembinaan dari Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung sendiri,” jelasnya. (Red)




