-->

Iklan

Benner Atas

Daftar Tanah Hak Ulayat: Solusi Kepastian Hukum untuk Penyelesaian Sengketa Masyarakat Hukum Adat

Admin
Sabtu, November 22, 2025 WIB Last Updated 2025-11-22T13:44:42Z

 


Oleh: Maulia Martwenty Ine  (Ketua Pengadilan Negeri Dumai)


GEMBLOG, Dumai - Pengakuan terhadap hak-hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) sejatinya telah mendapat landasan konstitusional yang kuat sejak lama. Pasal 18B ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Prinsip ini kemudian diadopsi dalam berbagai undang-undang, mulai dari UUPA hingga aturan sektoral seperti kehutanan, lingkungan hidup, pesisir, desa, perkebunan, hingga peraturan khusus mengenai masyarakat adat.


Namun, pengakuan normatif ini belum sepenuhnya menjelma menjadi kepastian hukum di lapangan. Di Pengadilan Negeri Dumai Kelas IA, misalnya, sengketa terkait pengelolaan tanah ulayat masih kerap muncul. Permasalahan umumnya menyangkut batas, penguasaan, hingga pemanfaatan tanah adat yang diwariskan turun-temurun, mencakup tanah, air, perairan, dan sumber daya di atasnya.


Ketua Pengadilan Negeri Dumai, Maulia Martwenty Ine, menegaskan bahwa lembaga peradilan memiliki fungsi strategis dalam memastikan penerapan prinsip keadilan sosial bagi masyarakat adat, khususnya di Provinsi Riau. Namun, upaya penegakan keadilan tersebut seringkali terkendala minimnya kepastian objek sengketa akibat belum adanya Daftar Tanah Hak Ulayat yang baku dan terukur secara nasional.


Padahal, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 telah memberikan batasan jelas mengenai tanah apa saja yang tidak dapat diajukan sebagai tanah ulayat. Aturan ini hanya dapat berjalan efektif apabila negara menyediakan daftar resmi yang terukur berdasarkan hasil pengukuran dan pemetaan kadastral.


Menurut Maulia, penerbitan Daftar Tanah Hak Ulayat oleh kementerian terkait merupakan langkah krusial untuk mewujudkan amanat konstitusi dan mencegah terus berulangnya sengketa agraria oleh masyarakat adat.


Daftar resmi tersebut, sebagaimana dimaksud dalam Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2024, harus memuat identitas setiap bidang tanah ulayat yang telah melalui proses verifikasi, pengukuran, serta sistem penomoran yang terstandardisasi.


Dengan demikian, tidak lagi terjadi tumpang tindih klaim maupun sengketa batas yang selama ini sering menjadi akar masalah di pengadilan.


Syarat Bidang Tanah yang Layak Masuk Daftar Tanah Hak Ulayat


Untuk menjamin keabsahan dan keteraturan administrasi pertanahan adat, Maulia merinci persyaratan yang harus dipenuhi:


1. Dikuasai secara fisik selama minimal 20 tahun oleh anggota MHA tanpa adanya pihak lain yang menguasai.


2. Penguasaan dilakukan secara terbuka dan dengan itikad baik oleh mereka yang berhak.


3. Tidak sedang dalam sengketa, baik pidana, perdata, maupun perselisihan batas.


4. Tidak menjadi objek jaminan utang, baik kepada bank atau pihak lain.


5. Bukan aset pemerintah atau BUMN/BUMD.


6. Berada di luar kawasan hutan dan tidak termasuk wilayah dengan penghentian perizinan di hutan alam primer atau lahan gambut.


7. Tidak menutup akses umum, termasuk lalu lintas, jalan air, atau pekarangan warga lainnya.


Persyaratan ini menjadi filter penting agar hanya wilayah adat yang sah, berkelanjutan, dan tidak tumpang tindih yang dapat masuk dalam daftar.


Dua Manfaat Utama Daftar Tanah Hak Ulayat


1. Kepastian Hukum


Daftar ini akan memberikan kejelasan formal mengenai posisi, luas, serta batas tanah ulayat. Kepastian hukum ini sangat penting untuk menghapus ketidakjelasan yang selama ini membelenggu masyarakat adat.


2. Perlindungan dari Konflik


Dengan pencatatan resmi, tanah ulayat menjadi terlindungi dari klaim sepihak, baik oleh swasta maupun lembaga pemerintah. Hal ini secara signifikan dapat mengurangi sengketa agraria yang membebani pengadilan dan merugikan komunitas adat.


Meski berbagai regulasi telah mengatur pengakuan hak-hak adat, belum adanya petunjuk teknis dan daftar definitif tanah ulayat menjadi celah besar yang berpotensi melahirkan ketidakpastian hukum bagi MHA. Padahal, masyarakat adat berhak secara konstitusional atas pengelolaan tanah turun-temurun mereka.


Ketua PN Dumai menegaskan bahwa negara harus segera menerbitkan Daftar Tanah Hak Ulayat sebagaimana dimandatkan Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2024. Daftar ini harus berbasis:


- Identitas lengkap bidang tanah,

- Sistem penomoran resmi,

- Pengukuran dan pemetaan kadastral,


Sehingga tidak lagi muncul gugatan agraria yang berulang dan menguras sumber daya peradilan maupun masyarakat adat.


Penerbitan daftar tersebut bukan hanya bentuk ketertiban administrasi, tetapi juga pemenuhan Prinsip Keadilan Sosial sebagaimana termaktub dalam sila kelima Pancasila, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat adat yang selama ini berada di garis depan mempertahankan tanah warisan leluhur. (**)


Refrenasi:


(1) Lindsey L Wiersma, “Indigenous Lands as Cultural Property: A New Approach to Indigenous Land Claims”, Duke Law Journal, Vol.54, No.4, 2005, pp.1061-1088, tersedia di http://www.jstor.org/stable/40040510


(2) Wismar Harianto, “Eksistensi Masyarakat Adat Dalam Mempertahankan Hak Atas Tanah Ulayat (Studi Masyarakat Adat Kebatinan Muara Sakal Kabupaten Pelalawan), Eksekusi, Volume 3, Nomor 1, Juni 2021, pp.62-81, tersedia di https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/eksekusi/article/view/13031/6380


(3) Lampiran V Permen ATR/BPN Nomor 14/2024.



Komentar

Tampilkan

  • Daftar Tanah Hak Ulayat: Solusi Kepastian Hukum untuk Penyelesaian Sengketa Masyarakat Hukum Adat
  • 0

Terkini