GEMBLOG, TANGERANG – Sejumlah warga Desa Cengkok, Kabupaten Tangerang, resah dengan aktivitas sebuah pabrik yang diduga mengolah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Warga menilai, kegiatan industri tersebut telah menimbulkan kebisingan dan bau menyengat yang mengganggu kenyamanan serta menimbulkan kekhawatiran akan dampak kesehatan dan lingkungan.
Menurut keterangan warga, pada awalnya pihak perusahaan menyampaikan bahwa bangunan tersebut hanya akan difungsikan sebagai gudang penyimpanan. Namun, setelah beberapa waktu beroperasi, warga mulai mendengar suara mesin berisik dan mencium aroma bahan kimia yang cukup tajam, terutama pada malam hari.
“Awalnya kami tidak keberatan karena katanya cuma gudang. Tapi sekarang hampir tiap malam ada suara mesin dan bau menyengat. Kami khawatir kalau itu limbah berbahaya,” ujar Roni, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi pabrik, Jumat (11/10/2025).
Keresahan warga ini kemudian disampaikan kepada pemerintah daerah. Menanggapi laporan tersebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Kabupaten Tangerang telah melakukan peninjauan lapangan dan memberikan teguran kepada pihak perusahaan.
Kepala DLHK Kabupaten Tangerang, melalui pejabat bidang pengawasan lingkungan, membenarkan bahwa pihaknya sudah melakukan mediasi dengan perusahaan. Dalam pertemuan itu, perusahaan diminta memperbaiki sistem peredam suara dan pengelolaan udara agar tidak menimbulkan gangguan bagi warga sekitar.
“Kami sudah menegur dan meminta perusahaan untuk segera melakukan perbaikan. DLHK juga akan memantau pelaksanaan rekomendasi tersebut,” ujar pejabat DLHK saat dikonfirmasi.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak PT SLI belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pengolahan limbah B3 maupun langkah-langkah perbaikan yang telah dilakukan.
Warga berharap pemerintah daerah dapat bertindak tegas dan memastikan bahwa seluruh aktivitas industri di wilayahnya berjalan sesuai aturan lingkungan hidup.
“Kami tidak menolak investasi atau industri, tapi jangan sampai merugikan masyarakat dan mencemari lingkungan,” tambah beberapa komentar warga.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan pengawasan terhadap aktivitas industri yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, terutama dalam hal pengelolaan limbah berbahaya dan beracun (B3). Pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat fungsi pengawasan dan memastikan setiap perusahaan mematuhi ketentuan izin lingkungan serta analisis dampak lingkungan (Amdal).
Dalam konteks hukum, aktivitas pengolahan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) diatur secara ketat oleh pemerintah Indonesia untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi landasan utama dalam pengawasan kegiatan industri yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Pasal 69 ayat (1) huruf e secara tegas melarang setiap orang membuang limbah B3 ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Selain itu, Pasal 98 undang-undang yang sama menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup sehingga menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia atau makhluk hidup lainnya, dapat dipidana dengan penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun serta denda hingga Rp10 miliar.
Pengaturan teknis mengenai tata cara pengelolaan limbah B3 lebih lanjut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam aturan tersebut, setiap pelaku usaha wajib memiliki izin pengelolaan limbah B3, termasuk sistem penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan.
Selain itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 6 Tahun 2021 juga mengatur tata cara pengelolaan limbah B3 secara lebih rinci, termasuk kewajiban pelaporan, pemantauan, dan penerapan standar teknis pengendalian polusi udara serta kebisingan.
Pemerintah daerah, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLHK), memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan, penegakan hukum administrasi, dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran di bidang lingkungan. Bila ditemukan indikasi pelanggaran berat, DLHK dapat merekomendasikan penghentian sementara kegiatan industri, pencabutan izin, hingga pelimpahan perkara ke aparat penegak hukum.
Sementara itu, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dijamin oleh Pasal 65 ayat (1) UU 32/2009. Warga juga berhak menyampaikan keberatan atau pengaduan apabila merasa dirugikan akibat kegiatan industri yang tidak ramah lingkungan.
Kasus dugaan pengolahan limbah B3 oleh PT SLI di Desa Cengkok menjadi pengingat bahwa transparansi dan tanggung jawab lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam kegiatan industri.
Pengawasan yang konsisten, keterbukaan informasi publik, serta penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat mencegah terulangnya kasus serupa di wilayah lain.
Jika terbukti melanggar, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana, sesuai dengan tingkat pelanggaran dan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat. **

0 Komentar