GEMBLOG, PALOPO — Aliansi Solidaritas Mahasiswa dan Masyarakat Kota Palopo menyatakan siap menggelar aksi besar-besaran dalam rangka mengawal sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Palopo pada Oktober 2025. Aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap dua rekannya, Fangki dan Anugrah, yang ditahan sejak 1 September 2025 dan dinilai sebagai bentuk penangkapan yang tidak berdasar serta melanggar prosedur hukum.
“Gerakan ini lahir dari satu napas perjuangan: Bebaskan Fangki dan Anugrah!,” tegas Juan, Jenderal Lapangan (Jenlap) aksi, dalam pernyataannya. Menurutnya, penahanan terhadap dua aktivis tersebut telah menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan mahasiswa dan masyarakat.
Juan menjelaskan bahwa pihaknya menilai penangkapan itu penuh kejanggalan dan sarat dengan indikasi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Oleh karena itu, aliansi menempuh jalur praperadilan untuk menuntut keadilan dan menguji legalitas tindakan kepolisian.
Dalam siaran persnya, aliansi menyebut sejumlah poin yang menjadi dasar keberatan hukum mereka:
1. Tidak adanya surat perintah penangkapan dan perintah membawa pada saat Anugrah ditangkap pada 1 September 2025.
2. Tidak diterbitkannya surat perintah penahanan pada hari yang sama.
3. Tidak adanya surat penetapan tersangka yang diberikan kepada Anugrah dan Fangki pada 2 September, meski media telah lebih dulu memberitakan status keduanya sebagai tersangka.
4. Tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada 2 September 2025.
Aliansi menilai rangkaian tindakan tersebut menunjukkan adanya kekeliruan administrasi dan cacat prosedur hukum dalam proses penanganan perkara.
“Alur penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polres Palopo adalah bentuk arogansi aparat dan terkesan memaksakan kehendak,” tambah Juan. “Kami pastikan perjuangan ini tidak akan berhenti sebelum Fangki dan Anugrah mendapatkan keadilan dan dibebaskan.”
Aksi pengawalan sidang praperadilan ini diperkirakan akan melibatkan gabungan mahasiswa dari berbagai kampus serta elemen masyarakat sipil di Kota Palopo. Mereka berkomitmen untuk tetap mengedepankan sikap damai dan konstitusional, namun dengan semangat perlawanan terhadap praktik penegakan hukum yang dianggap tidak adil.
Sementara itu, pihak kepolisian Polres Palopo hingga berita ini diterbitkan belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut maupun kesiapan menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh pihak aliansi.
Aksi ini dipandang sebagai ujian moral dan konstitusional bagi aparat penegak hukum di Kota Palopo, sekaligus momentum bagi masyarakat sipil untuk menegaskan bahwa keadilan bukanlah hak istimewa, melainkan hak setiap warga negara.
Terkait dengan langkah Aliansi Solidaritas Mahasiswa dan Masyarakat Kota Palopo yang akan mengawal sidang praperadilan atas kasus penangkapan Fangki dan Anugrah, sejumlah pakar hukum menilai bahwa upaya tersebut memiliki dasar yang kuat secara yuridis jika benar terjadi pelanggaran prosedural sebagaimana disebutkan oleh pihak aliansi.
Salah seorang pakar hukum pidana yang enggan dipublikasikan, menyebut bahwa penangkapan tanpa surat perintah resmi dan tanpa status tersangka yang jelas adalah bentuk pelanggaran terhadap asas due process of law.
“Dalam hukum acara pidana, setiap tindakan penangkapan wajib disertai surat perintah dan pemberitahuan kepada keluarga. Jika tidak, maka penangkapan itu bisa dinyatakan tidak sah secara hukum dan dapat dibatalkan melalui praperadilan,” ujarnya saat dihubungi, Senin (6/10/2025).
Ia menambahkan bahwa praperadilan merupakan instrumen kontrol terhadap penyalahgunaan kewenangan penyidik. Karena itu, pengajuan praperadilan oleh mahasiswa dinilai langkah konstitusional yang patut diapresiasi.
“Praperadilan bukan semata-mata soal menang atau kalah, tapi soal memastikan bahwa hukum dijalankan sesuai koridor undang-undang,” tambahnya.
Sementara itu, salah satu pengamat hukum dari Lembaga Kajian Konstitusi dari Makassar, menilai bahwa kasus ini menjadi alarm bagi aparat penegak hukum agar lebih berhati-hati dalam menjalankan proses penyidikan.
“Penahanan tanpa dasar administrasi yang jelas dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar hukum. Jika benar tidak ada surat perintah dan SPDP, maka itu fatal,” katanya.
Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan perkara yang melibatkan aktivis atau masyarakat sipil, agar tidak menimbulkan persepsi publik bahwa aparat hukum bertindak represif.
Sementara itu, salah satu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palopo juga menyoroti potensi pelanggaran Pasal 18 KUHAP, yang mengatur kewajiban aparat untuk memperlihatkan surat perintah penangkapan kepada tersangka.
“Jika benar surat perintah tidak pernah ditunjukkan, maka tindakan itu jelas bertentangan dengan KUHAP. Kami berharap hakim praperadilan nanti objektif dan berpihak pada keadilan,” ujar salah satu penasihat hukum LBH Palopo.
Para pakar sepakat bahwa sidang praperadilan ini akan menjadi tolok ukur penting bagi integritas lembaga penegak hukum di Palopo, sekaligus menjadi preseden bagi perlindungan hak-hak warga negara di masa mendatang.
Aliansi Solidaritas Mahasiswa dan Masyarakat Palopo pun menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal proses hukum tersebut dengan damai, namun tetap kritis.
“Kami bukan melawan hukum, tapi menegakkan keadilan agar hukum tidak dijalankan secara sewenang-wenang,” tutupnya. (Red)





0 Komentar