GEMBLOG, Makassar – Tata kelola anggaran di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, isu dugaan penyimpangan muncul dalam pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik (TKA) 2025 untuk jenjang SMP, SMA, dan SMK, serta Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) 2025.
Sejumlah pihak menilai, pos anggaran perjalanan dinas yang seharusnya digunakan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan, justru menyisakan tanda tanya. Dugaan adanya perjalanan dinas fiktif dan ketidaksesuaian antara dokumen dan praktik di lapangan menyeruak, menimbulkan kekhawatiran akan akuntabilitas keuangan negara.
Ketua Umum DPP LEMKIRA, Rizal Rahman, membeberkan data dan menyatakan bahwa ada indikasi ketidaksesuaian serius. “Dalam surat tugas tercantum tiga hari, tetapi yang dijalankan hanya satu hari. Ada nama yang tercantum namun tidak ikut tetapi honor tetap dibayar,” ujarnya, Jum'at (26/9/2025).
Rizal juga menyoroti pola keterlibatan staf keuangan dalam daftar perjalanan dinas hampir di setiap kegiatan. Menurutnya, hal ini menyalahi prinsip pembagian tugas sesuai bidang dan fungsi.
“Keterlibatan staf keuangan seperti ini perlu dikaji ulang agar tidak timbul konflik fungsi dan agar pengawasan internal tetap efektif,” tegasnya.
Untuk memperkuat argumen, LEMKIRA merujuk pada Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2023 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi, dan tata kerja perangkat daerah. Dalam regulasi tersebut, fungsi subbagian keuangan jelas ditempatkan pada ranah administrasi sekretariat, bukan dalam pelaksanaan teknis di lapangan seperti pembinaan kurikulum, penilaian, atau pendampingan peserta didik.
“Artinya, fungsi staf keuangan seharusnya terbatas pada pengelolaan administrasi, bukan ikut dalam kegiatan teknis. Tetapi di lapangan, nama mereka justru selalu ada di daftar perjalanan dinas,” tambah Rizal.
Sementara itu, upaya konfirmasi dilakukan kepada Iksan Sanusi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Pendidikan Sulsel. Melalui pesan WhatsApp, Iksan menyatakan penjelasan lebih lengkap akan diberikan jika pihak LSM hadir langsung ke kantor.
“Kalau Pak Rizal ada waktu, silakan ke kantor. Nanti kami jelaskan secara langsung,” kata Iksan singkat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi atau konferensi pers dari pihak Dinas Pendidikan Sulsel terkait dugaan penyimpangan ini.
Praktisi hukum menilai, bila benar terdapat perjalanan dinas fiktif atau ketidaksesuaian pertanggungjawaban anggaran, maka hal itu bisa masuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, hingga kini dugaan tersebut masih bersifat indikasi dan membutuhkan investigasi mendalam.
“Setiap rupiah dalam APBD wajib dipertanggungjawabkan. Kalau ada kegiatan yang tidak pernah terlaksana namun tetap dilaporkan, maka itu jelas berpotensi merugikan negara,” kata seorang pakar hukum administrasi negara dari Universitas Hasanuddin.
Kasus ini mempertegas pentingnya pengawasan anggaran dan tata kelola pemerintahan yang transparan, terutama di sektor pendidikan yang menyerap anggaran besar. Publik kini menunggu langkah tegas dari Inspektorat Provinsi Sulsel maupun aparat penegak hukum untuk menelusuri kebenaran dugaan tersebut.
Redaksi media ini menegaskan asas praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi. Ruang klarifikasi terbuka luas bagi pihak Dinas Pendidikan Sulsel atau pejabat terkait untuk memberikan data, dokumen, maupun penjelasan tertulis guna memastikan pemberitaan yang adil dan akurat.
Dalam dokumen RKA Belanja SKPD Provinsi Sulawesi Selatan 2025 yang dipublikasikan oleh Biro Barang dan Jasa Pemprov Sulsel, terdapat baris-rincian belanja menurut program, kegiatan, dan subkegiatan.
Walaupun dokumen tersebut belum memisahkan dengan jelas alokasi perjalanan dinas panitia TKA/ANBK, namun dapat dijadikan acuan estimasi penggunaan anggaran untuk kegiatan teknis dan supervisi yang kemungkinan menyertakan perjalanan dinas.
Berdasarkan pola umum dalam dokumen RKA, untuk tiap subkegiatan yang terkait supervisi, verifikasi, pendampingan, atau monitoring, sering disisihkan pos “Belanja Operasi / Belanja Jasa / Belanja Penunjang Teknis” yang mencakup komponen perjalanan dinas.
Sebagai ilustrasi:
Bila satu subkegiatan supervisi/pengawasan mencakup 30–50 orang verifikator / pengawas, dengan tarif perjalanan rata-rata Rp 1,5 – 3 juta per orang per kegiatan (termasuk transport, akomodasi, uang harian), maka estimasi grosir untuk satu subkegiatan bisa mencapai Rp 45 juta – Rp 150 juta.
Jika Disdik Sulsel mengadakan 20–30 kegiatan teknis (verifikasi, pendampingan, supervisi) selama periode TKA/ANBK di seluruh kabupaten/kota, maka total estimasi anggaran perjalanan dinis bisa menembus ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Tentunya, estimasi tersebut harus diverifikasi dengan dokumen resmi (SPPD, surat tugas, SPJ) agar valid dan dapat dipertanggungjawabkan. (Red).
Sumber Berita : Rizal Rahman (DPP LSM Lemkira)

0 Komentar