Sarah awalnya mengajukan kredit kendaraan bermotor melalui PT Sinar Mas Multifinance cabang Palopo yang beralamat di Jl. Kelapa lantai 2, Gedung Bank Sinar Mas, Lagaligo, Kec. Wara, Kota Palopo, Sulawesi Selatan 91911. Berdasarkan dokumen Surat Penyelesaian yang beredar, Sarah masih memiliki cicilan berjalan hingga Maret 2026, dengan sisa saldo tertera jelas.
Namun, meski pembayaran rutin masih dilakukan, unit mobil miliknya ditarik paksa oleh pihak leasing. Saat dikonfirmasi, Marsal Mantolo, perwakilan Sinar Mas Finance Palopo, justru balik bertanya: “Kenapa baru sekarang dipersoalkan?”
Hal senada diungkapkan oleh Nia, operator admin perusahaan. Ia menyatakan bahwa ketentuan perusahaan memang sudah seperti itu.
“Setelah unit ditarik, maka debitur harus melunasi keseluruhan pembayaran dan denda sejumlah Rp 68 juta rupiah, baru unit dapat di keluarkan,” tegasnya.
Dengan demikian, satu-satunya jalan bagi Sarah untuk mendapatkan kembali kendaraannya hanyalah dengan melunasi seluruh kewajiban sekaligus, meski masa kreditnya seharusnya masih berjalan hingga setahun lebih.
Pakar hukum menilai, praktik seperti ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Dalam putusan MK tersebut, ditegaskan bahwa:
1. Penarikan objek fidusia tidak boleh dilakukan sepihak, melainkan harus melalui putusan pengadilan.
2. Selama debitur masih menjalankan kewajibannya, perusahaan leasing tidak berhak menarik unit.
Dengan kata lain, kasus Sarah mencerminkan adanya dugaan praktik penarikan unit yang tidak sesuai dengan aturan hukum positif di Indonesia.
Sarah kini terjebak dalam posisi sulit. Di satu sisi, ia sudah membayar cicilan dengan harapan unit bisa digunakan hingga tenor berakhir. Di sisi lain, mobil yang masih dalam masa angsuran ditarik paksa, dan ia dibebankan kewajiban tambahan sebesar Rp 68 juta hanya untuk mendapatkan kembali kendaraan yang sudah dibiayai nya.
“Ini seperti dirampok secara legal. Saya sudah bayar, tapi mobil ditarik, dan kalau mau kembali harus bayar penuh Rp 68 juta,” ujar Sarah dengan nada kecewa.
Kasus ini memantik pertanyaan serius tentang transparansi manajemen leasing di Indonesia, khususnya di daerah. Jika dibiarkan, praktik semacam ini bisa merugikan banyak konsumen yang awam terhadap hak-haknya.
Masyarakat menilai, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu segera turun tangan melakukan investigasi. Begitu pula aparat penegak hukum, agar memastikan konsumen tidak menjadi korban penyalahgunaan klausul kontrak yang merugikan.
Hingga berita ini diturunkan, diharapkan pihak pengawas manajemen pusat PT Sinar Mas Multifinance serta OJK untuk meminta klarifikasi resmi mengenai kebijakan penarikan unit di Palopo.
Kasus Sarah bisa menjadi pintu masuk investigasi lebih luas mengenai praktik leasing yang kerap memposisikan konsumen sebagai pihak lemah. (Red)

0 Komentar