Ticker

Ad Code

Rumah Warga di Manado Tercemar Limbah Dapur Yayasan, Om Dolfi Rompas Minta Mediasi

GEMBLOG, Manado – Seorang warga Kota Manado, Om Dolfi Rompas, mengeluhkan kondisi rumahnya yang tercemar limbah dapur milik salah satu yayasan di Sulawesi Utara. Dapur berukuran besar sekitar 20x20 meter itu dibangun tanpa halaman memadai dan pengelolaan yang sesuai aturan, sehingga menimbulkan bau menyengat, sampah berserakan, hingga limbah cair yang mengalir ke lingkungan sekitar.

Menurut Rompas, kondisi tersebut sudah berlangsung cukup lama dan semakin parah karena sistem kepengurusan dapur yang disebutnya “amburadul”. Ia menyebut bahwa pengelolaan bersama dengan pihak Kodim juga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Setiap hari sampah dapur menumpuk, limbah dibuang sembarangan, bahkan makanan yang diolah sering basi karena tidak sesuai SOP. Ini bukan hanya merugikan kami yang tinggal di dekat lokasi, tapi juga membahayakan kesehatan,” ujar Om Dolfi Rompas dengan nada kecewa.

Karena merasa tidak sanggup lagi menahan dampak pencemaran tersebut, Rompas akhirnya meminta bantuan kepada Yusuf, salah satu tokoh masyarakat, agar bisa memediasi persoalan ini dengan pihak yayasan dan instansi terkait.

Kritik juga muncul terhadap sejumlah yayasan di Sulut yang dianggap asal-asalan membangun fasilitas dapur tanpa memperhatikan aspek lingkungan dan tata ruang. “Dapur besar dibangun 20x20 meter tanpa halaman, tanpa sistem pembuangan limbah yang jelas, jelas melanggar prinsip dasar pengelolaan lingkungan,” tambah Rompas.

Sejumlah tokoh masyarakat menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap yayasan yang membangun fasilitas secara asal-asalan. Apalagi dapur berukuran besar 20x20 meter itu diduga tidak memiliki halaman resapan maupun sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

“Kalau dibiarkan, ini bisa jadi bom waktu masalah kesehatan masyarakat,” kata Yusuf, yang diminta Om Dolfi untuk membantu mediasi.

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, yang juga alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI Tahun 2012 sekaligus pengurus Yayasan SKKP, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan SPPG yang sudah beroperasi maupun yang sedang dibangun di Sulawesi Utara dan daerah lainnya.

“Pengurus harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SPPG yang sudah beroperasi dan sedang dibangun. Kami menerima banyak laporan masyarakat terkait kondisi SPPG di sekitar mereka. Ada yang bangunannya seadanya, hanya sedikit lebih baik dari kandang ayam; ada yang supply bahan makanan dan proses penyajiannya tidak higienis; ada juga laporan bahwa porsi makanan tidak sesuai dengan anggaran yang sudah dikucurkan,” tegas Wilson.

Lebih lanjut, Wilson menyoroti dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh keberadaan SPPG. “Tidak sedikit SPPG yang justru mengganggu masyarakat sekitar, mulai dari persoalan sampah, bau limbah dapur, hingga pencemaran lingkungan. Jika dibiarkan, ini akan menjadi persoalan serius, baik dari sisi kesehatan, tata kelola anggaran, maupun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga,” ujarnya.

Wilson menyerukan agar pihak pengurus yayasan, termasuk yang bekerja sama dengan instansi pemerintah, segera melakukan pembenahan sistem pengelolaan, mulai dari standar pembangunan gedung, pengelolaan sampah dan limbah, hingga transparansi penggunaan anggaran. “Kita ingin keberadaan SPPG benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat, bukan justru menambah masalah baru,” pungkasnya.

Sejumlah aturan pemerintah sebenarnya sudah mengatur kewajiban pengelolaan lingkungan dan kesehatan fasilitas dapur atau usaha sejenis. Beberapa di antaranya:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Melarang setiap orang membuang limbah tanpa izin lingkungan.

Wajib ada analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau UKL-UPL untuk kegiatan yang berpotensi mencemari.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Mengatur larangan membuang sampah sembarangan.

Mengharuskan pengelolaan sampah agar tidak menimbulkan dampak kesehatan dan pencemaran.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga

Menetapkan standar dapur dan pengolahan makanan harus sesuai SOP, termasuk sistem pembuangan limbah dan penyimpanan bahan makanan.

Makanan basi atau tidak sesuai SOP bisa dikategorikan pelanggaran sanitasi yang membahayakan konsumen.

4. Peraturan Daerah Kota Manado tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Melarang pembangunan fasilitas tanpa memperhatikan tata ruang dan lingkungan sekitar.

Warga kini masih menunggu tanggapan resmi dari pihak yayasan maupun Kodim. Harapannya, ada langkah cepat untuk memperbaiki sistem pengelolaan dapur agar tidak lagi menimbulkan pencemaran dan keresahan masyarakat. (TIM/Red)

Posting Komentar

0 Komentar