GEMBLOG, Medan – Nama Dr. Sihar P.H. Sitorus, anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, kembali mencuat ke publik. Kali ini bukan soal kiprahnya di panggung politik, melainkan dugaan keterlibatannya dalam praktik mafia tanah di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (23/8/2025).
Kasus ini menyeret dua sertifikat hak milik (SHM) yang tumpang tindih: SHM No. 655 atas nama Legiman Pranata dengan luas 8.580 m², dan SHM No. 477 atas nama Sihar Sitorus dengan luas 11.888 m². Sengketa ini telah menimbulkan dugaan pemalsuan, manipulasi administrasi, hingga dugaan permainan aparat.
Legiman Pranata mengaku pertama kali mencium adanya dugaan rekayasa sejak Juni 2012. Saat itu ia menjumpai Kepala Desa Asli Sembiring yang menyebut lahannya sudah masuk SHM 477 atas nama Sihar Sitorus.
Padahal, kata Legiman, tanah tersebut sudah memiliki SPPT PBB sejak tahun 2006 hingga 2012 yang rutin dibayar, bahkan baru terdaftar secara resmi pada 10 Mei 2012.
Tak lama setelah itu, muncul akta perjanjian sewa-menyewa antara pihak Sihar dengan Notaris Rosalina Sembiring (Akta No. 25, tertanggal 30 April 2012). Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, sebab SHM 477 yang diklaim atas nama Sihar diduga penuh kejanggalan.
Pada 18 Juni 2012, Musliudin, seorang oknum satpam PT Torganda, membuat laporan polisi ke Poltabes Medan. Legiman pun dipanggil dan menjalani BAP pada 12 Oktober 2012.
Namun, persoalan bukannya selesai, justru kian meruncing setelah pada 25 Desember 2012 terbit SHM 655 seluas 8.580 m² atas nama Legiman Pranata. Ironisnya, di atas lahan tersebut kemudian dipasang plang bertuliskan:
"Tanah ini milik Dr. Sihar Sitorus SHM 477, luas 11.888 m², terbit 19 Februari 2007."
Pada 7 Mei 2013, Legiman bersama aparat desa mendatangi BPN Deli Serdang untuk klarifikasi soal tumpang tindih tersebut. Bukti-bukti kepemilikan telah diserahkan.
Namun, pada Maret 2018, kembali muncul plang baru di lokasi lahan dengan klaim bahwa tanah tersebut milik Sihar Sitorus, berdasar putusan PTUN Medan No. 98/XII/2017.
Legiman menyebut, dirinya tidak pernah diundang dalam perkara PTUN tersebut. Ia menduga ada praktik pengukuran diam-diam oleh kuasa hukum Sihar dan pihak BPN pada tahun 2017.
Padahal, menurutnya, gugatan itu sudah kedaluwarsa, mengingat Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara memberi tenggat waktu 90 hari sejak diketahui atau sejak klarifikasi di BPN pada 2013.
Legiman menilai praktik ini sebagai bentuk nyata mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat, aparat, hingga lembaga negara.
“Dasar kejahatan ini dilakukan oleh Dr. Sihar P.H. Sitorus yang ironisnya anggota DPR RI dari PDI-P, partai yang katanya membela rakyat kecil. Padahal, hak rakyat kecil justru dirampas dengan cara licik,” tegas Legiman.
Ia pun mendesak agar negara turun tangan, membongkar praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat kecil. Dirinya berharap lahannya yang sah secara hukum bisa segera dikembalikan, dan Sihar diminta membayar ganti rugi sesuai NJOP lahan.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyingkap ironi: seorang wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan masyarakat justru dituding terlibat dalam praktik perampasan tanah.
Legiman menegaskan, dirinya tidak akan berhenti memperjuangkan haknya. “Saya akan terus lawan. Tanah ini sah milik saya. Negara tidak boleh kalah dengan mafia tanah,” ujarnya. (TIM/Red)
Catatan Redaksi: Artikel ini ditulis berdasarkan keterangan, dokumen, serta pengakuan pihak Legiman Pranata. Pihak Sihar Sitorus dan BPN Deli Serdang belum memberikan klarifikasi resmi terkait tudingan ini.


0 Komentar